Buku Pengingat


https://unsplash.com

Sebentar lagi waktu musim panas di Kairo akan segara berakhir. Itu berarti kesengsaran yang aku temui setiap harinya akan berkurang mencapai 20%. Semua itu karena kondisi kamarku yang menyedihkan. Tempat tinggalku saat ini berada dibangunan tua di lantai tiga, yang beralaskan kayu tua dan dipenuhi oleh beragam serangga-serangga kecil yang sangat mengganggu. Dari informasi yang aku baca di internet, serangga ini biasa disebut kutu kasur.

Beberapa kali telah aku ceritakan kondisi tempat tinggalku kepada pemilik rumah. Tetap saja mereka mengabaikan permohonanku supaya kamarku di perbaiki. Yang terpenting bagi mereka adalah aku harus membayar uang sewa setiap bulan dan tidak boleh terlambat.

Setelah shalat dzuhur tadi, aku baru saja melihat pengumuman nilai untuk ujian termin pertama. Hasilnya cukup meresahkan, karena dari lima pelajaran yang di ujikan, hanya dua pelajaran yang mendapatkan nilai yang buruk. Dan itu artinya, di termin dua nilai pelajaranku harus bagus semua. Berarti mulai saat ini, aku harus mengurangi waktu tidurku yang berharga, serta mengurangi bermain candy crush dan menambah porsi belajarku. Memikirkannya saja membuatku pusing.

Anak rumah sedang memilih untuk berdiam diri sambil menyibukkan waktunya dengan bermalas-malasan . Sandy dan Fauzan sibuk bermain game di komputer, serta Zaki sedang asik menyanyikan lagu Medan di kamarnya. Sampai sekarang, aku masih belum paham kenapa Zaki menyukai lagu Medan, padahal dia berasal dari Madura.

Meskipun hari ini ingin aku maksimalkan untuk tidur seharian, tetapi hal itu mustahil untuk dilakukan. Karena hari ini bertepatan dengan jadwal aku untuk piket masak. Memberi makanan kepada manusia pemilik perut karet seperti mereka adalah salah satu siksaan batin yang harus aku temui setiap minggu. Di saat lauknya kurang banyak, mereka tidak akan segan untuk protes. Dan ketika lauknya telah tersedia banyak, mereka menginginkan hidangan penutup. Mungkin mereka ini lah contoh kecil dari para penghuni neraka dari golongan orang yang suka berlebih-lebihan.

Kipas angin yang aku hadapkan depan tubuhku pun hanya mengeluarkan hawa panas. Aku menyalakan rokok yang telah bertengger di mulutku, dan badanku mulai menghampiri rak buku. Tanganku memilah beberapa buku novel yang belum aku baca, serta mengambil buku catatan.

**
Kondisi jalan raya masih dipenuhi oleh kendaraan mobil yang diisi oleh para pengendara yang tidak sabaran. Beberapa menit sekali mereka menekan klakson mobilnya, menyuruh kendaraan didepannya agar melaju lebih cepat. Didepan jalan, berdiri beberapa polisi yang mencoba mengatur lalu lintas supaya bisa bergerak normal lagi.

Hawa panas Kairo seakan tidak membuat penghuninya malas untuk melakukan aktifitas. Para anak muda berjalan bergerombol memakai seragam yang sama, sepertinya mereka baru saja pulang dari sekolah, mereka mencari kendaraan yang bisa membawa ke tempat tujuannya. Lalu ada seorang ibu yang melangkahkan kakinya keluar dari bis secara hati-hati, takut membangunkan anaknya yang terlelap di pelukkannya. Ada juga gerombolan pengemis yang meminta belas kasih kepada para pejalan kaki yang mereka temui, dan tidak malu-malu untuk mengumpat saat mereka tidak diberikan uang. 

Di seberang jalan, terlihat seorang paman yang menjajakan jualannya ke orang-orang yang lewat. Dia mengenakan gamis berbahan tipis yang mempunyai lubang kecil di bagian punggungnya, kepalanya diikat oleh sorban dan sesekali dia gunakan untuk mengelap keringat yang mengalir di lehernya. Sambil tangannya memeluk tempat minum transparan yang berisikan perasan air jeruk.

**
Langkah kaki ku terhenti sesaat ingin memasuki bangunan tempat tinggalku. Mata ku menangkap senyuman gadis kecil, anak dari pemilik rumahku, yang sedang menuruni anak tangga sambil sesekali tertawa bersama temannya. Rambutnya berwarna kecoklatan, lalu kulitnya putih bersih, serta wajahnya yang menggemaskan, terlihat seperti boneka yang berjalan.

Saat aku menanyai kabarnya, dia hanya menjawab sekilas sambil memamerkan giginya yang bolong. Sedangkan temannya, seorang bocah laki-laki, sesekali menatap mataku dan mencoba menendang kaki ku dengan sandalnya. Beberapa orang yang memperhatikan dari seberang rumah tampak tidak peduli dengan kelakuan si anak laki-laki.

Perhatianku terhadap bocah ini teralihkan, dengan pertanyaan, “Kamu tinggal disini? Dimana kunci punyamu?” saat ditanyai oleh anak manis ini. “Kuncinya ketinggalan dirumah, dek. Oh iya, nama kamu siapa, adek manis??” balasku. Bukannya menjawab pertanyaan yang aku berikan, dia melangkah keluar gerbang sambil memeganggi besi pintu, kemudian menutupnya.

“Ctek”

“Bangsat!” ucapku pelan.
**
Aku membuka buku catatan ku, sambil memeriksa lembaran kosong yang akan aku isi dengan target mingguanku. Butuh waktu lama untuk menemukan lembaran kosong, karena buku catatan ini sudah penuh dengan berbagai banyak tulisan sejak tiga tahun lalu dan juga banyak foto-foto yang sengaja aku tempelkan di lembarnya, sehingga membuat buku ini terasa semakin tebal.

Lembaran pertama berisikan tulisanku tentang seorang gadis yang aku sukai tiga tahun lalu. Namanya Sarah. Gadis cantik berkacamata yang dibawa temanku saat bertemu denganku di kedai kopi yang terletak di Kemang. Saat itu dia mengenakan kemeja putih yang ditutupi dengan jaket denim, serta rambutnya yang tertup oleh krudung berwarna hitam, kontras dengan wajahnya yang putih dan ditambah dengan kebiasaanya yang suka tersenyum saat bertemu orang lain, membuat lesung pipinya semakin terlihat jelas.

Aku mendapati puisi singkat yang sempat aku buat untuk sosok gadis cantik ini.

-Sarah-

Kacamatamu itu

Mempermudahmu untuk melihat segala keindahan

Yang diciptakan oleh Tuhan

Tapi

Semoga saja

Setiap bait do’a yang aku ucapkan

Seusai shalat wajib maupun sunnah itu

Mempermudah segala urusanmu

Ah, untuk apa juga memikirkan Sarah yang sekarang sudah menjadi istri orang.

Menurutku puisi yang telah aku buat beberapa tahun yang lalu merupakan puisi yang indah. Tapi menurut Zaki, puisi yang aku tulis rasanya terlalu singkat dan lebih mirip omong kosong. Malah dia menyuruhku untuk lebih baik menyanyikan lagu Medan bersamanya, ketimbang membuat puisi seperti itu. Aku masih penasaran, siapakah orang yang berhasil membuat Zaki mencintai lagu Medan.

Di lembaran selanjutnya ada catatan tentang segala impian yang ingin aku capai sebelum berumur tiga puluh tahun. Dua paling atas telah aku coret, karena telah berhasil aku lakukan, dan sisanya, entah kapan bisa aku wujudkan.

Lembar berikutnya, berisi catatan yang aku tulis saat mengikuti pengajian tempo lalu di masjid Al-Azhar.

Jumat sore, 12 Oktober

Ada sebuah hadits Qudsi yang dijadikan sebagai pedoman bagi orang yang beriman. Allah Azza wa jalla berfirman,

‘Wahai anak Adam, janganlah kau takut terhadap kekuasaan. Selama kekuasaan-Ku lah yang abadi. Dan kekuasaan-Ku tidak akan pernah habis’

‘Wahai anak Adam, jangan takut dari sempitnya harta, sedangkan harta-Ku banyak. Dan harta-Ku tidak akan pernah habis’

‘Wahai anak Adam, Aku menciptakanmu untuk beribadah. Maka janganlah bermain-main. Dan Aku telah menjamin rezekimu, maka janganlah lelah’
Maksud lelah disini adalah lelah raga, tetapi hati tetap bertawakal kepada Allah.

‘Demi kekuasaan dan kemuliaan-Ku, jika kau ridho terhadap ketentuan-Ku atasmu, maka akan Aku bahagiakan jiwa dan ragamu. Dan Kucatat kau sebagai hamba yang bersyukur’

‘Dan jika kau tidak ridho terhadap ketentuan-Ku atasmu, Demi kekuasaanku dan kemuliaanku, Aku akan menjadikan kesusahan dunia atasmu, dan kau berlari mengejar dunia seperti hantu-hantu berlarian di hutan pada malam hari’

‘Kemudian kau tidak akan mendapatkan apapun kecuali apa yang Aku tetapkan atasmu’

‘Wahai anak Adam, Aku telah menciptakan langit dan bumi. Dan Aku sama sekali tidak merasa kesulitan, apakah sulit bagi-Ku untuk mengatur rezekimu?!’

‘Wahai anak Adam, jangan kau tanya pada-Ku mengenai rezeki hari esok, sebagaimana Aku tidak tanya padamu mengenai amalmu besok’

‘Wahai anak Adam, sesungguhnya Aku mencintaimu, maka atas hak-Ku ini, jadilah hamba yang mencintai-Ku’

Rasanya aku tidak perlu lagi untuk berprasangka buruk atas kejadian yang menimpaku. Segala hal yang terjadi atas ketentuan-Nya, dua nilaiku yang buruk, usaha pak polisi saat mengatur lalu lintas, paman yang berjualan es jeruk, rezeki untuk para pengemis, sampai kelakuan anak-anak kecil yang aku temui sebelum memasuki rumah, semua itu terjadi atas kehendak-Nya, bukan? Dan Dia juga tidak akan memberikan cobaan kepada hambanya diluar kemampuannya.

Mulai sekarang, sepertinya aku harus lebih sering mengikuti pengajian, agar fikiranku tetap waras. Dan semoga saja bisa menjadi pelarian yang baik ketimbang memikirkan istri orang lain.












8 Comments

Biar gue bisa baca blog kalian juga, tolong tinggalkan jejak ya!

  1. Kutu kasur ini bangsat, kan? Gue ngebayangin kalo pemakaian diksinya dituker, narasi pakai "bangsat" dan makiannya "kutu kasur", kok kayaknya lucu. Haha (sengaja ngetik haha biar terkesan lucu, padahal mah enggak).

    Itu mikirin kapan Sarah bercerai pasti, ya? Tolong jangan diamini kalimat barusan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya nih, harusnya lebih cocok penggunaan kata 'bangsat' kayaknya ya, Yog?

      Delete
  2. Entah kenapa pas baca lagu medan, saya jadi inget satu lagu yang liriknya "anak medan, anak medan, anak medan do au kawan~" Bukan orang medan juga sih, tapi paman dulu sering banget puter lagu itu, jadi nempel sampai sekarang meski cuma lirik itu aja yang ingat.

    ReplyDelete
  3. ‘Wahai anak Adam, jangan kau tanya pada-Ku mengenai rezeki hari esok, sebagaimana Aku tidak tanya padamu mengenai amalmu besok’---->Sebuah pengingat untuk seorang Wisnu *terima kasih, Zi*--*sungkem*

    ReplyDelete
  4. "...janganlah bermain-main" di sini apakah termasuk main PUBG dan mainin perasaan anak orang? Tolong keterangannya. Terima kasih.


    Salam,
    Bangsat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. memainkan perasaan para fans MU yang sedang sering menghadapi kekalahan

      Delete
Previous Post Next Post

Ads

Ads