Try me


Sekarang ini mata gue sedang tertutup karena terlalu sering melihat senyuman yang diperlihatkan oleh orang lain. Mereka bahagia dengan pekerjaannya serta tentu saja senang dengan pencapaiannya saat ini. Sepertinya. Sedangkan gue justru kebalikannya, gue enggak senang dengan apa yang gue lakukan. Padahal kalau mau ditelusuri lebih jauh lagi, sebetulnya apa yang gue lihat dari orang lain merupakan bentuk hasil kerja kerasnya setelah berbulan-bulan lamanya, em.. mungkin bahkan bertahun-tahun sebelumnya.
Dan yang gue sadari adalah justru hal itu. bahkan karena itu gue sering dihinggapi rasa malas serta mengisi waktu dengan rasa iri serta benci terhadap pencapaian orang lain. Tapi cepat atau lambat, sifat buruk ini akan hilang karena sebetulnya kehidupan gue sebenarnya enggak seburuk itu juga. Sejatinya cara kerja hidup pun tidak seperti itu. Segala hal yang kita kerjakan enggak ada yang sia-sia. Patah hati, ekspektasi yang enggak sesuai dengan kenyataan, banyak hal yang bisa gue pelajari dari hal tersebut.
Orangtua gue selalu menasehati anak-anaknya dengan kalimat seperti ini,
“Rezeki, jodoh, serta mati itu sudah diatur oleh Allah. Jangan takut. Usaha terus”
Di tahun-tahun sebelumnya, gue sama sekali enggak mengerti dengan nasehat yang diberikan oleh kedua orangtua itu. Perlahan gue mulai paham dengan maksud yang disampaikan oleh mereka. Walaupun kenyataannya sampai sekarang pun gue masih belum bisa berdamai dengan diri sendiri. Masih banyak rasa iri serta benci yang gue miliki untuk saat ini. Mungkin saja faktor dari mendengarkan perkataan orang lain, gue seolah menyetujui pendapat mereka. Padahal kan masih banyak sudut pandang yang bisa diambil, bukan dari orang itu saja.
Kalian paham dengan apa yang gue tulis kan? Anggep aja paham ya.
Sebetulnya masih banyak hal positif yang bisa gue ambil dari apa yang gue jalani saat ini. Mungkin karena terlalu khawatir dengan reaksi orang lain, sehingga membuat gue selalu malu-malu untuk bersikap tegas serta dewasa dalam menyikapi suatu hal. Akhirnya memilih sembunyi dan marah dengan kenyataan yang ada.
Teman-teman yang perlahan menghilang, cerita tentang patah hati yang belum terselesaikan, nilai yang tidak sesuai dengan harapan, mimpi yang seolah mustahil untuk diwujudkan, hutang balas budi terhadap kedua orangtua dan kenyataan bahwa gue seharusnya menjadi seorang lelaki dewasa dan juga menjadi panutan sebagai anak pertama, yang seharusnya tidak terlihat lemah dihadapan orang lain. Gue merasa gagal menjadi seorang lelaki.
Walaupun begitu, gue tetap percaya bahwa semua hal itu pasti bisa berubah.
Gue pernah baca caption orang di Insta story tentang salah satu hal yang selalu dilakukan ketika punya masalah. Tulisannya kurang lebih seperti ini,
"Try me. Kita liat siapa yang bisa bertahan dan menang"
Kayaknya gue harus menerapkan perilaku ini mulai dari sekarang.


1 Comments

Biar gue bisa baca blog kalian juga, tolong tinggalkan jejak ya!

  1. Keresahannya sama nih. Entah mengapa seakan-akan setiap orang yang melihat saya, akan memberikan tatapan: Anak pertama kok begitu~

    Padahal, ya, nggak ada keharusan seorang anak pertama harus lebih sukses dari adiknya. Mesti jadi anak kebanggaan orang tua. Kudu kuat, jangan sampe terlihat lemah. Dan seterusnya. Anak pertama, kan, juga sama seperti manusia-manusia lain. Bisa rapuh~ :')

    Tapi kadang bagus juga untuk memotivasi diri. Yang penting jangan sampai terbebani sama hal itu. :)

    ReplyDelete
Previous Post Next Post

Ads

Ads