Tanggapan tentang trailer The Santri

Beberapa saat yang lalu, gue telah menyaksikan thrailer dari film The Santri, karya Livia Zeng. Yang sempat beberapa saat lalu, menjadi sorotan public. Bahkan sampai diadakan sebuah dialog yang berjudul belaga Hollywood.



Setelah menonton habis trailer dari film The Santri, yang gue temui adalah lebih banyak adegan berantemnya ketimbang footage, saat para santri-santri mengaji di asrama, ataupun saat menghafal Amtisalatu Tasrifiyah. Mungkin karena genre film ini adalah drama-action, makanya lebih sering ditunjukkan adegan bela diri di candi, serta kehidupan santri putra serta putri yang terlihat dekat sekali.

Sebagai seorang santri, gue bangga karena ada film bertemakan santri yang akan di tayangkan di bioskop. Tapi, sebagai santri, gue merasa sedikit bingung dengan trailer yang telah disajikan. Karena kehidupan seperti itu, tidak pernah gue rasakan ketika menjadi santri di pondok pesantren.



Pondok pesantren khusus putri, terletak jauh dari pondok putra. Itu kalau di pondok pesantren gue ya. Gue engga pernah melihat perempuan di pondok, kecuali keluarga yang menjenguk putranya yang sedang nyantri, serta mbok penjaga dapur serta kantin. Makanya saat menonton trailernya, gue merasa ada suatu hal yang mengganjal.

Kalau pun memang pondok pesantren tersebut digabung antara laki-laki serta perempuan, rasanya engga akan akrab seperti itu. Pondok adek gue contohnya, pondok dia merupakan satu dari sekian banyak pondok pesantren yang santri putra dan putrinya digabung, ketika belajar di kelas. Dan sisanya, seperti kegiatan lainnya pasti akan dipisah. Yang gue lihat sih seperti itu. Tapi, yang gue saksikan di trailernya justru malah sebaliknya.

Kalo seandainya dulu di pondok gue seperti yang ada di trailer film The Santri, mungkin saat ini gue tidak akan merasakan grogi ataupun gugup saat bertemu perempuan.

Boleh jadi gue salah, karena mungkin ada pesantren yang seperti di gambarkan di trailer The Santri.

Kehidupan santri yang gue rasakan dulu, di isi dengan lebih banyak aktifitas berlari. Dari asrama menuju kelas. Dari asrama menuju masjid. Dari asrama menuju dapur. Selain tentunya, mengaji didepan kamar asrama setiap selesai shalat Maghrib dan sebelum shalat shubuh.

Lalu ada kegiatan pramuka, yang lebih seru acara yel-yel bareng, ketimbang tata cara mengikat tali yang benar. Dan tidak lupa juga dengan kegiatan latihan pidato, yang enggak gue sukai, tapi tetap harus gue ikuti.

Saat menonton trailernya, gue masih bertanya-tanya, kenapa dulu gue enggak masuk pondok yang kegiatannya ada berkuda? Kan bakalan keren kalau gue bisa menunggangi kuda. Mungkin dari setiap adegan yang ada, hal ini yang paling epic. Oh, tentu saja gue enggak lupa dengan adegan brantem di pelabuhan. Apalagi saat ada orang yang terpental ke air. Keren!

Sejago-jagonya temen gue ikut kegiatan beladiri di pondok, gue enggak pernah melihat mereka bisa sehebat itu kalau brantem. Paling, hanya sebatas melompati lingkaran yang telah dilumuri minyak, serta api yang menyala. Ataupun mematahkan balok es, serta besi. Yang setelah gue cari tau rahasianya, ternyata besi yang mereka patahkan enggak sesusah itu. Karena telah di rendam dan membuatnya lebih gampang untuk dipatahkan.

Lalu bagaimana dengan adegan saat penyerahan nasi tumpeng di gereja, sebagai bentuk rasa toleransi antar agama?



Uhm, rasanya agak gimana gitu ya. Apalagi, film ini kan akan di usahakan untuk ditayangkan di Amerika, bukan? Mantan presiden Barack Obama pun, hanya menyebutkan makanan Indonesia berupa, ‘Sate’ ‘Bakso’. Belum pernah, ‘Nasi Tumpeng? Mantaapp! Orek tempe? Nikmaaaat’. Gue masih ngebayangin, bagaimana reaksi orang US melihat nasi tumpeng yang dibawa ke rumah ibadah tersebut.

Kalau memang hal itu untuk mencerminkan rasa toleransi antar umat beragama, seperti banyak hal lain yang bisa diangkat. Yah, meskipun dalam kesehariannya, yang didapati adalah perilaku intoleran.



Mengutip perkataan bapak KH. Said Aqil Siraj, gue setuju bahwa seharusnya agama Islam yang diajarkan memang dengan penuh rasa kasih sayang, bukan dengan rasa teror ketakutan. Nilai itu juga yang diajarkan oleh kampus Al-Azhar Mesir untuk menentang ajaran Islam radikal.

Gue berharap film The Santri ini seru untuk dinikmati. Terlebih Indonesia memiliki Pondok Pesantren yang banyak, dan tentu punya banyak alumni. Terlepas mereka mengharapkan film ini atau tidak, gue sih berharap banyak.

Dan semoga saja, sama seperti judulnya, film ini bisa menggambarkan kehidupan para santri ke orang banyak, dan juga mengajarkan bahwa Islam itu agama yang penuh dengan kasih sayang.

**

Sebenarnya, tulisan ini sudah gue posting beberapa minggu kemarin. Tapi karena mulai ada semamgatnya sekarang, ya makanya barus selesai.

Ehe.



3 Comments

Biar gue bisa baca blog kalian juga, tolong tinggalkan jejak ya!

  1. Hmm gue nonton trailer ini cuma di twitter dan banyak hujatan soal testimoni di akhir trailernya wkwk.

    Soal pesantren, gue gak tau sih. Cuma Karena dulu gue sempet ikut Rohis di SMA, kegiatannya aja laki-laki sama perempuan udah dipisah. Dan gue berpikir berarti di ponpes lebih ketat lagi. Kalo yang gue denger dari tetangga gue yang pesantren mah banyakan ga enaknya. Ga betah karena ga boleh bawa hape. Wkwkwk.

    Ini komen apaan dah ga nyambung amat wkwk. Maap ji.

    ReplyDelete
  2. (( grogi atau gugup ketemu perempuan ))

    Sejauh mata memandang instastory anda tampaknya gak gitu Ji, gaboleh bohong gitu dong Paojeeee~

    Ehiya, kenapa ya mb Lipijeng kalau bikin pilem pemainnya tuh tidak terkenal semua, malah suka ada dianya ya? Pelit apa gimana ya si mb Lipi tuh hmmm tolong tanyain dong. Tq.

    ReplyDelete
  3. Direndam pake apa besinya, Ji?

    Hm, sepertinya ini akan jadi film yang halunya maksimal sih. Hahahaha. Btw, coba lo bikin tanggapan tentang trailer film ini versi video deh, pasti laku di Mesir.

    ReplyDelete
Previous Post Next Post

Ads

Ads